A.
Latar
Belakang
Indonesia dikenal dengan negara yang kaya unsur seni dan kebudayaan.
Terdapat banyak jenis kebudayaan di Indonesia, seperti tarian, lagu, alat
musik, musik, patung, pakaian, makanan, rumah adat, dan lain-lain.
Saya akan membahas jenis kebudayaan berupa rumah adat Jambi. Rumah
adat adalah kelengkapan yang
digunakan atau ditempati oleh masyarakat tertentu (khususnya di Indonesia) yang
menunjukkan etos kebudayaan masyarakat Indonesia. Bentuk rumah tersebut
bermacam-macam sesuai dengan daerah yang ada di Indonesia. Rumah adat merupakan
bagian dari kebudayaan nasional yang bersifat khas dan bermutu dari suku bangsa
yang ada di Indonesia. Kekhasan tersebut dalam pandangan Ki Hajar Dewantara
dianggap sebagai puncak-puncak kebudayaan daerah yang dapat mengidentifikasikan
diri dan menimbulkan rasa bangga.
Rumah adat pada dasarnya berguna
untuk menutupi atau melindungi manusia dari kondisi lingkungan sekitar yang
cenderung berbahaya, baik pelindung dari terik maupun dari dingin yang
mencekam. Selain untuk pengamanan jasmaniah, terdapat pula fungsi-fungsi
menurut pesan-pesan nilai budaya yang terkandung di dalam rumah adat Indonesia,
yang berkaitan pula dengan aspek-aspek lain dari kehidupan berkebudayaan1.
Pemahaman nilai budaya yang
dipesankan itu biasanya lahir melalui simbol-simbol dari berbagai macam hias
rumah adat Indonesia dari suatu masyarakat. Misalnya saja rumah adat Jambi yang
menempatkan dapur di ujung (akhir/belakang) bagian rumah. Hal ini merupakan
simbol bahwa wanitalah yang mengurusi semua yang bersifat perempuan, dalam hal
ini menyangkut keuangan dan kegiatan rumah tangga.
Kemudian, ruang tamu yang terdapat
di bagian depan rumah adat Jambi merupakan simbol kekhasan lelaki yang tidak
bisa diganggu oleh perempuan. Hanya laki-laki yang berhak bertemu dengan
berbagai pihak demi keperluan mencari nafkah.
Pada umumnya, rumah adat Indonesia
itu tidak hanya berfungsi melindungi satu kepala keluarga saja. Kebanyakan
rumah adat Indonesia merupakan rumah yang memang diharapkan mampu dihuni oleh
beberapa kepala keluarga sehingga anak-anak si pemilik rumah pun bisa menempati
rumah tersebut setelah menikah.
Akan tetapi, penempatan rumah adat
Indonesia tersebut bukan berarti dapat dilakukan seenaknya. Ada beberapa kode
etik yang mesti diperhatikan jika ingin menempati sebuah rumah adat.Kode-kode
tersebut tentu saja didasarkan pada kebiasaan masyarakat setempat mengenai
tradisi suatu hal, termasuk penempatan rumah adat Indonesia. Rumah adat
Indonesia mempunyai ketentuan-ketentuan pemakaiannya. Misalnya, siapakah orang
yang bisa menempati rumah tersebut. Baik laki-laki maupun perempuan biasanya
diharuskan untuk memenuhi beberapa syarat adat tertentu agar bisa menempati
rumah tersebut.
Sebagai contoh penempatan rumah adat
Indonesia terdapat pada orang baru yang akan menempati rumah adat Jambi adalah
menantu perempuan karena perempuan di Jambi dianggap telah dimiliki sepenuhnya
oleh pihak laki-laki, sedangkan di Minang, orang yang bisa menempati rumah
adatnya adalah laki-laki yang dibeli atau dilamar oleh pihak perempuan.
Ada juga yang menganggap bahwa rumah
adat Indonesia bukanlah rumah yang seenaknya bisa ditempati, tapi juga harus
memenuhi persyaratan tertentu untuk menempatinya, atau bahkan hanya bisa
dipakai untuk keperluan adat tertentu.
Selain tradisi setempat, ada juga hal lain yang merupakan ciri khas rumah adat Indonesia. Hal tersebut adalah bentuk rumah adat yang dibangun dari bebatuan atau kayu-kayuan. Hampir seluruh rumah adat Indonesia terbuat dari bahan-bahan tersebut.
Selain tradisi setempat, ada juga hal lain yang merupakan ciri khas rumah adat Indonesia. Hal tersebut adalah bentuk rumah adat yang dibangun dari bebatuan atau kayu-kayuan. Hampir seluruh rumah adat Indonesia terbuat dari bahan-bahan tersebut.
Hal ini mungkin disebabkan oleh pada
zaman dahulu belum ada bahan-bahan bangunan yang bisa digunakan untuk membangun
rumah sehingga yang bisa dilakukan adalah menumpukkan batu-batu besar dan
menganyam rotan, kayu, dan bahan-bahan alam lainnya. Bentuk anyaman rumah adat
Jambi biasanya disebut ‘bilik’.
Aspek budaya pun berpengaruh
terhadap jenis-jenis rumah adat Indonesia. Sebagai contoh, bentuk atap, hiasan
ukiran, dan anyaman kayu atau rotan yang berbeda-beda di tiap daerah
memperlihatkan bahwa tiap daerah memiliki ciri kreativitas tersendiri.
Kebanyakan suku-suku di Indonesia
memercayai bahwa rumah adat Indonesia merupakan gambaran kosmologi yang
menggambarkan susunan keberadaan semesta. Pembuatan rumah adat tidak bisa
dibuat sembarangan berdasarkan selera arsitektur pemiliknya. Variasi bentuknya
bisa bermacam-macam, tapi polanya harus tetap ditaati.
Klik disini untuk baca selengkapnya
Klik disini untuk baca selengkapnya
Di provinsi Jambi sudah ditetapkan konsep arsitektur rumah yang menjadi ciri khas Jambi. Rumah adat tersebut bercirikan bertiang, berwarna hitam, lengkap dengan tanduk kambing bersilang kedalam pada ujung atapnya. Kemudian hiasan rumah tersebut berupa ukiran motif flora dan fauna. Motif flora yang digunakan dalam ragam hias antara lain adalah motif bungo tanjung, motif tampuk manggis, dan bungo jeruk. Adapun motif fauna yang digunakan dalam ragam hias adalah motif ikan.
Dari latar belakang masalah diatas
penulis mencoba meneliti tentang rumah adat Jambi khususnya rumah adat Kajang
Lako. Bagaimana asal usulnya dan bagaimana susunan-susunan, fungsi-fungsi dari
ruangan perruangan dari rumah tersebut2.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas rumusan
masalah yang menjadi objek penelitian adalah :
1. Apa
yang dimaksud dengan rumah adat, khususnya rumah adat Jambi (Kajang Lako)
2. Bagaimana
gambaran dari rumah adat tersebut ?
3. Apa
nilai-nilai yang terdapat dalam rumah adat tersebut ?
C.
Tujuan
Penelitian
Adapun
tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan rumah adat Jambi
2. Untuk
mengetahui bagaimana gambaran dari rumah adat tersebut
3. Untuk
mengetahui niali-nilai filosofis yang terdapat didalam rumah adat tersebut
D.
Manfaat
Penelitian
Adapun
manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Untuk
meningkatkan pengetahuan tentang rumah adat.
2. Dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman dalam penelitian secara ilmiah.
3. Untuk
memperdalam ilmu pengetahuan yang telah penulis terima dari fakultas ushuluddin
IAIN STS Jambi.
4. Sebagai
salah satu persyaratan memperoleh gelar kesarjanaan (SI) dalam ilmu Ushuluddin.
E.
Tinjauan
Pustaka
Tinjauan pustaka ini untuk menambah wawasan penulis
dengan mencari informasi, baik secara langsung maupun tidak langsung, dan
penulis mencari buku-buku yang ada hubungannya dengan masalah yang akan
dibahas.
Menurut informasi yang penulis peroleh belum
terdapat adanya suatu pembahasan yang
terperinci dan komprehensif mengenai Rumah Adat Jambi khususnya rumah adat
kajang lako.
F.
Kerangka
Teori
1.
Rumah
Adat Jambi (Kajang Lako Rumah Orang Batin)
Orang
Batin adalah salah satu suku bangsa yang ada di Provinsi Jambi. Sampai sekarang
orang Batin masih mempertahankan adat istiadat yang diwariskan oleh nenek
moyang mereka, bahkan peninggalan bangunan tua pun masih bisa dinikmati
keindahannya dan masih dipergunakan hingga kini.
Konon
kabarnya orang Batin berasal dari 60 tumbi (keluarga) yang pindah dari Koto
Rayo. Ke 60 keluarga inilah yang merupakan asal mula Marga Batin V, dengan 5
dusun asal. Jadi daerah Marga Batin V itu berarti kumpulan 5 dusun yang asalnya
dari satu dusun yang sama. Kelima dusun tersebut adalah Tanjung Muara Semayo,
Dusun Seling, Dusun Kapuk, Dusun Pulau Aro, dan Dusun Muara Jernih. Daerah
Margo Batin V kini masuk wilayah Kecamatan Tabir, dengan ibukotanya di Rantau
Panjang, Kabupaten Sorolangun Bangko3.
Pada
awalnya orang Batin tinggal berkelompok, terdiri dari 5 kelompok asal yang
membentuk 5 dusun. Salah satu perkampungan Batin yang masih utuh hingga
sekarang adalah Kampung Lamo di Rantau Panjang. Rumah-rumah di sana dibangun
memanjang secara terpisah, berjarak sekitar 2 m, menghadap ke jalan. Di
belakang rumah dibangun lumbung tempat menyimpan padi.
Pada
umumnya mata pencaharian orang Batin adalah bertani, baik di ladang maupun di
sawah. Selain itu, mereka juga berkebun, mencari hasil hutan, mendulang emas,
dan mencari ikan di sungai.
2.
Bentuk
Rumah
Rumah
tinggal orang Batin disebut Kajang Lako atau Rumah Lamo. Bentuk bubungan Rumah
Lamo seperti perahu dengan ujung bubungan bagian atas melengkung ke atas.
Tipologi rumah lamo berbentuk bangsal, empat persegi panjang dengan ukuran
panjang 12 m dan lebar 9 m. Bentuk empat persegi panjang tersebut dimaksudkan
untuk mempermudah penyusunan ruangan yang disesuaikan dengan fungsinya, dan
dipengaruhi pula oleh hukum Islam.
Sebagai
suatu bangunan tempat tinggal, rumah lamo terdiri dari beberapa bagian, yaitu
bubungan/atap, kasau bentuk, dinding, pintu/jendela, tiang, lantai, tebar
layar, penteh, pelamban, dan tangga.
Bubungan/atap
biasa juga disebut dengan 'gajah mabuk,' diambil dari nama pembuat rumah yang
kala itu sedang mabuk cinta tetapi tidak mendapat restu dari orang tuanya.
Bentuk bubungan disebut juga lipat kajang, atau potong jerambah. Atap dibuat
dari mengkuang atau ijuk yang dianyam kemudian dilipat dua. Dari samping, atap
rumah lamo kelihatan berbentuk segi tiga. Bentuk atap seperti itu dimaksudkan
untuk mempermudah turunnya air bila hari hujan, mempermudah sirkulasi udara,
dan menyimpan barang.
Kasau
Bentuk adalah atap yang berada di ujung atas sebelah atas. Kasau bentuk berada
di depan dan belakang rumah, bentuknya miring, berfungsi untuk mencegah air
masuk bila hujan. Kasou bentuk dibuat sepanjang 60 cm dan selebar bubungan.
Dinding/masinding
rumah lamo dibuat dari papan, sedangkan pintunya terdiri dari 3 macam. Ketiga
pintu tersebut adalah pintu tegak, pintu masinding, dan pintu balik melintang.
Pintu tegak berada di ujung sebelah kiri bangunan, berfungsi sebagai pintu
masuk. Pintu tegak dibuat rendah sehingga setiap orang yang masuk ke rumah
harus menundukkan kepala sebagai tanda hormat kepada si empunya rumah. Pintu
masinding berfungsi sebagai jendela, terletak di ruang tamu. Pintu ini dapat
digunakan untuk melihat ke bawah, sebagai ventilasi terutama pada waktu
berlangsung upacara adat, dan untuk mempermudah orang yang ada di bawah untuk
mengetahui apakah upacara adat sudah dimulai atau belum. Pintu balik melintang
adalah jendela terdapat pada tiang balik melintang. Pintu itu digunakan oleh
pemuka-pemuka adat, alim ulama, ninik mamak, dan cerdik pandai.
Adapun
jumlah tiang rumah lamo adalah 30 terdiri dari 24 tiang utama dan 6 tiang
palamban. Tiang utama dipasang dalam bentuk enam, dengan panjang masing-masing
4,25 m. Tiang utama berfungsi sebagai tiang bawah (tongkat) dan sebagai tiang
kerangka bangunan.
Lantai
rumah adat dusun Lamo di Rantau Panjang, Jambi, dibuat bartingkat. Tingkatan
pertama disebut lantai utama, yaitu lantai yang terdapat di ruang balik
melintang. Dalam upacara adat, ruangan tersebut tidak bisa ditempati oleh
sembarang orang karena dikhususkan untuk pemuka adat. Lantai utama dibuat dari
belahan bambu yang dianyam dengan rotan. Tingkatan selanjutnya disebut lantai
biasa. Lantai biasa di ruang balik menalam, ruang tamu biasa, ruang gaho, dan
pelamban.
Tebar
layar, berfungsi sebagai dinding dan penutup ruang atas. Untuk menahan tempias
air hujan, terdapat di ujung sebelah kiri dan kanan bagian atas bangunan. Bahan
yang digunakan adalah papan.
Penteh,
adalah tempat untuk menyimpan terletak di bagian atas bangunan.
Bagian rumah selanjutnya adalah pelamban, yaitu bagian rumah terdepan yang berada di ujung sebelah kiri. Pelamban merupakan bangunan tambahan/seperti teras. Menurut adat setempat, pelamban digunakan sebagai ruang tunggu bagi tamu yang belum dipersilahkan masuk.
Bagian rumah selanjutnya adalah pelamban, yaitu bagian rumah terdepan yang berada di ujung sebelah kiri. Pelamban merupakan bangunan tambahan/seperti teras. Menurut adat setempat, pelamban digunakan sebagai ruang tunggu bagi tamu yang belum dipersilahkan masuk.
Sebagai
ruang panggung, rumah tinggal orang Batin mempunyai 2 macam tangga. Yang
pertama adalah tangga utama, yaitu tangga yang terdapat di sebelah kanan
pelamban. Yang kedua adalah tangga penteh, digunakan untuk naik ke penteh.
3.
Susunan dan fungsi ruangan
Kajang
Lako terdiri dari 8 ruangan, meliputi pelamban, ruang gaho, ruang masinding,
ruang tengah, ruang balik melintang, ruang balik menalam, ruang atas/penteh,
dan ruang bawah/bauman.
Yang
disebut pelamban adalah bagian bangunan yang berada di sebelah kiri bangunan
induk. Lantainya terbuat dari bambu belah yang telah diawetkan dan dipasang
agak jarang untuk mempermudah air mengalir ke bawah.
Ruang
gaho adalah ruang yang terdapat di ujung sebelah kiri bangunan dengan arah
memanjang. Pada ruang gaho terdapat ruang dapur, ruang tempat air dan ruang
tempat menyimpan.
Ruang
masinding adalah ruang depan yang berkaitan dengan masinding. Dalam musyawarah
adat, ruangan ini dipergunakan untuk tempat duduk orang biasa. Ruang ini khusus
untuk kaum laki-laki.
Ruang
tengah adalah ruang yang berada di tengah-tengah bangunan. Antara ruang tengah
dengan ruang masinding tidak memakai dinding. Pada saat pelaksanaan upacara
adat, ruang tengah ini ditempati oleh para wanita.
Ruangan
lain dalam rumah tinggal orang Batin adalah ruang balik menalam atau ruang
dalam. Bagian-bagian dari ruang ini adalah ruang makan, ruang tidur orang tua,
dan ruang tidur anak gadis.
Selanjutnya
adalah ruang balik malintang. Ruang ini berada di ujung sebelah kanan bangunan
menghadap ke ruang tengah dan ruang masinding. Lantai ruangan ini dibuat lebih
tinggi daripada ruangan lainnya, karena dianggap sebagai ruang utama. Besarnya
ruang balik melintang adalah 2x9 m, sama dengan ruang gaho.
Rumah
lamo juga mempunyai ruang atas yang disebut penteh. Ruangan ini berada di atas
bangunan, dipergunakan untuk menyimpan barang. Selain ruang atas, juga ada
ruang bawah atau bauman. Ruang ini tidak berlantai dan tidak berdinding,
dipergunakan untuk menyimpan, memasak pada waktu ada pesta, serta kegiatan
lainnya4.
4.
Ragam
hias
Bangunan
rumah tinggal orang Batin dihiasi dengan beberapa motif ragam hias yang
berbentuk ukir-ukiran. Motif ragam hias di sana adalah flora (tumbuh-tumbuhan)
dan fauna (binatang).
Motif
flora yang digunakan dalam ragam hias antara lain adalah motif bungo tanjung,
motif tampuk manggis, dan motif bungo jeruk.
Motif
bungo tanjung diukirkan di bagian depan masinding. Motif tampuk manggis juga di
depan masinding dan di atas pintu, sedang bungo jeruk di luar rasuk (belandar)
dan di atas pintu. Ragam hias dengan motif flora dibuat berwarna.
Ketiga motif ragam hias tersebut dimaksudkan untuk memperindah bentuk bangunan dan sebagai gambaran bahwa di sana banyak terdapat tumbuh-tumbuhan.
Ketiga motif ragam hias tersebut dimaksudkan untuk memperindah bentuk bangunan dan sebagai gambaran bahwa di sana banyak terdapat tumbuh-tumbuhan.
Adapun
motif fauna yang digunakan dalam ragam hias adalah motif ikan. Ragam hias yang
berbentuk ikan sudah distilir ke dalam bentuk daun-daunan yang dilengkapi
dengan bentuk sisik ikan. Motif ikan dibuat tidak berwarna dan diukirkan di
bagian bendul gaho serta balik melintang.
G.
Metodologi
Penelitian
1. Pendekatan
penelitian
Lokasi
penelitian ini merupakan penelitian lapangan dan pustaka. Penelitian ini di
dapat dari wawancara lapangan untuk mendapatkan hasil wawancara yang
berhubungan dengan rumah adat Jambi dan untuk menambah referensi lagi maka
penelitian ini menambah bahan-bahan dari pustaka.
2. Jenis
dan Sumber Data
a. Data
primer
Data
primer adalah data diperoleh dari objek penelitian yang didapati langsung
dengan melalui wawancara dan observasi yang dilakukan secara langsung oleh
peneliti, untuk mengetahui makna-makna yang terkandung didalam rumah adat
Jambi.
b. Data
sekunder
Data
sekunder adalah data yang ada dalam pustaka atau dari data tangan kedua dan
buku-buku yang ada relevansinya dengan pembahasan ini data ini diperoleh dari
perpustakaan dan dari laporan hasil penelitian5.
H.
Teknik
Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data atau informasi yang jelas
dilapangan, maka penulis menggunakan metode yaitu sebagai berikut :
1. Observasi
Dalam
penelitian spikologis atau pengamatan, meliputi kegiatan terhadap suatu objek
dengan menggunakan seluruh alat indra. Jadi dapat melakukan observasi dengan
melalui penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba, dan pengecap.
2. Wawancara
Wawancara
adalah percakapan dengan maksud tertentu oleh dua pihak, yaitu pewawancara
sebagai pengaju pertanyaan dan yang di wawancara sebagai pemberi jawaban dari
pertanyaan yang ditanyakan. Tehnik wawancara yang dilakukan di Indonesia,
merupakan bagian terpenting dalam setiap survai. Tanpa wawancara penelitian
akan kehilangan informasi yang hanya dapat diperoleh dengan bertanya langsung
kepada responden seperti yang kita lihat atau dengan wawancara, televise atau
radio dan perfugnsi untuk memberi penerangan kepada masyarakat.
Wawancara dalam
penelitian ini digunakan untuk melengkapi perolehan data lain yang berupa
observasi, yakni melalui tokoh masyarakat yang ada di Jambi.
3. Dokumentasi
Dokumentasi
berasal dari kata dokumen yang artinya barang-barang tertulis. Dalam pelaksanaan
metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis : buku-buku,
majalah, Koran dan sebagainya. Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data
yang sudah tersedia dalam catatan dokumen6.
I.
Teknik
Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun
secara sistematis yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan
dokumentasi, dengan cara mengkelompokkan, menjabarkan kedalam unit-unit,
melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting untuk
dipelajari dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri dan
orang lain. Beberap tehnik analisis data yaitu :
1. Analisis
Domain
Menurut
buingin,tehnik analisis domain digunakan untuk menganalisis ditingkat
permukaan. Namun, relative utuh tentang obyek riset tersebut. Pada penelitian
ini, analisis domain digunakan untuk menganalisis data dari lapangan secara
garis besarnya yaitu gambaran umum tentang nilai-nilai yang terkandung dalam
rumah adat.
2. Analisis
Taksonomi
Analisis
taksonomi adalah analisis terhadap keseluruhan data yang terkumpul berdasarkan
domain yang telah diterapkan. Pada analisis ini pengolahan data mengarahkan
pembahasan secara khusus yaitu pengambilan dari keseluruan penelitian yang ada,
yakni tentang nilai-nilai budaya yang ada pada masyarakat7.
J.
Jadwal
Penelitian
Agar penelitian ini lebih terarah dari sisi waktu
dan kegiatan, maka penulis membuat jadwal penelitian. Penelitian ini dilakukan
selama empat bulan, mulai dari pembuatan proposal hingga penyusunan dengan
waktu dan tahap sebagai berikut:
NO
|
KEGIATAN
|
BULAN
|
|||||||||||||||
I
|
II
|
III
|
IV
|
||||||||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
||
1
|
Pembuatan
Proposal
|
||||||||||||||||
2
|
Pengajuan Proposal,
Dan menunjukkan ke dosen pembimbing
|
||||||||||||||||
3
|
Seminar
Proposal
|
||||||||||||||||
4
|
Perbaikan
Proposal
|
||||||||||||||||
5
|
Pengesahan
Judul Dan Izin Riset
|
||||||||||||||||
6
|
Pengumpulan
Data
|
||||||||||||||||
7
|
Membuat
Draf Laporan
|
||||||||||||||||
8
|
Konsultasi
Draf Laporan
|
||||||||||||||||
9
|
Penyempurnaan
Laporan
|
||||||||||||||||
10
|
Ujian
Skripsi
|
DAFTAR
PUSTAKA SEMENTARA
Masyudi.2008.Metodologi
Pendekatan Praktis dan Aplikatif.Malang: Refika Ditama.
Narbuko,Cholid,Dkk.2003.Metodologi Penelitian.Jakarta: Bumi
Aksara.
Suharmisi.2006.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan.Jakarta: Rineka Cipta.
http://id.scribd.com/doc/71655301/Asal-Usul-Rumah-Adat-Jambi
Catatan Kecil-Ku
Yang membuat saya tertarik menulis
tentang rumah adat Jambi kajang lako karena nilai-nilai yang terkandung didalam
rumah adat tersebut sangat banyak dan dilandasi oleh ajaran-ajaran islam dalam
masyarakat.
Nilai-nilai yang terkandung tercermin
pada kemampuan masyarakat setempat beradaptasi dalam lingkungannya. Mambentuk
system dan etika social dan menciptakan nilai seni estetika yang tinggi.
·
System etika
Dilihat
dari perbedaan letak ruang dalam bangunan rumah adalah salah satu cara untuk
menjaga etika social yang dilandasi oleh ajaran Islam dalam masyarakat.
Misalnya : ruang perempuan dan laki-laki dibedakan, begitu pula ruang anak-anak
gadis dan pemuda diletakkan secara berjauhan.
·
Nilai estetika
Pada banguna
kajang lako dapt terlihat kedua bubungan disebelah atas melengkung sedikit
keatas sehingga tampak seperti perahu. Masing-masing bubungan diberi papan
menjulur keatas melebihi tiang bubungan sehingga berbentuk silang dan setiap
ujung papan diberi ukiran. Maka akan terlihat seperti tanduk kambing. Dan
dilengkapi ragam hias yang diambil dari motif flora dan fauna yang memiliki
nilai estetika dan arti simbolik.
2 comments:
Terimakasih atas Infonya., sangat bermanfaat.
rumah adat jambi ini bisa bertahan berapa lama ya?
Post a Comment